Bacalah!

Sabtu, 14 Mei 2011

Coretan awal yang tak ku beri judul.

Lagi, malam ini, aku masih tak ingat hari.

Beralih pulang dari yang kuanggap setan atau justru setan ini yang tengah menghindar dari wewangian ujian kenaikan.
Biarlah setan menganggap setan dari beberapa setan.
Aku mencoba hilang.
Aku mencoba suci
Mencoba sesuatu yang sebenarnya bukan lagi baharu.

Masih seperti kemarin,
Namun dengan asa lain yang selalu kuharap untuk kurasa dan temukan. Bukankah Tuhan tidak akan merubah apa yang tidak ingin ku rubah.

Ternyata memang bukan setan!
Baru saja ia pulang memutuskan tarian tangan dari yang ternyata setengah setan. Aku merasa seperti itu, karena berusaha berulang kali memutuskan harapan yang berhajat kepadaku. Padahal telah sampai ke telingaku kisah para kekasih Tuhan yang mendahulukan keinginan awam dari keinginan diri.

Tetapi sebenarnya aku masih ingin hilang!
Seperti seorang cerdik yang menamai kamarnya "pekojan"
Seperti gajah dipelupuk mata orang-orang lalai
Aku seperti sedang berlari dengan tarikan-tarikan yang menyobek ujung pakaian belakang. Seperti larinya Yusuf menghindari Zulaikha. Seperti sentuhan tangan perpisahan di persimpangan yang tak jua terlepas dari sepasang insan yang dirundung kesedihan mendalam dengan hati yang tak mau dimatikan. Aku ingin tidur panjang tanpa mimpi yang hanya akan membuaiku dalam yang kuanggap setan namun bukan.

Halusinasi daun hijau menengadah luas cakrawala di ketinggian yang tertinggi tak juga mampu kutahan dan tak juga mampu ku bungkam.
Namun desakan permohonan awam pun terus-menerus mengiang pada lubang telinga yang sebenarnya telah ingin kusumbat dengan ujung daun hijau menengadah luas cakrawala.

Foto itu!
Alam ketika azan maghrib dikumandangkan, terus merayu, merajuk, melambai, meminta kedatangan bukan hanya hati, pikiran, bahkan raga dengan enam indranya. Meganya yang anggun memintaku untuk menyuntingnya secara sempurna. Nyanyian fiksinya membuat visualisasi himmah memendam dari padang rumput hitam, bukan, tapi yang berada di bawahnya.

Foto itu!
Alam ketika azan maghrib mengumandang ingin sekali ku bentuk dari saripati awam-awam dengan tengadahan tangannya.

Aku ingin hilang!
Tapi tidak! Jika bisa kuwarnai awam-awam itu dengan sentuhan kelicikan atau tepatnya kecerdikan.
Aku melihat!
Aku melihat mereka yang berhasil menghilang tengah berusaha mempertahankan kelenyapannya dengan berusaha lagi menyelam-nyelami Samudera terdalam tanpa bantuan oksigen, hanya meniadakan diri dengan amalan yang sebutlah ia peng-Esaan suci lebih.

Sepertinya,
Kelak aku harus memilih!

"Melenyapkan diri"

Atau

 "Melayani awam"