Bacalah!

Sabtu, 20 Oktober 2012


صَوْم
PUASA


A.    Tinjauan Bahasa

صوم secara bahasa berarti اِمْسَاك (Menahan)
صوم secara Syari’at  adalah

الاِمْسَاكُ عَنِ الْمُفَطِّرَاتِ مِنْ طُلُوْعِ الْفَجْرِ الصَّادِقِ اِلىَ غُرُوْبِ الشَّمْسِ لِطَاعَةِ الْمَوْلىَ

“Menahan diri dari segala yang membatalkan dari terbit fajar shadiq sampai terbenamnya matahari, karena menta’ati Allah.

B.    Klasifikasi Puasa

Puasa di tinjau dari hukumnya terbagi atas dua macam : Puasa Wajib dan Puasa Sunnah. Namun puasa juga dapat menjadi haram atau makruh karena sebab-sebab tertentu. Seperti berpuasa pada dua hari raya (Haram). Atau puasa seorang yang sedang wukuf (Makruh)

Puasa wajib dapat di klasifikasikan sebagai berikut ;

1.    Fardlu ‘ain, yaitu puasa yang telah di tentukan pelaksanaannya oleh Allah. Yaitulah Puasa Ramadlan.
2.    Fardlu karena sebab tertentu, seperti Nazar atau Kifarat

C.    Syarat Syah Puasa

Sebagaimana Ibadah-ibadah Mahdlah lainnya. Puasa juga mempunyai ketentuan-ketentuan yang harus di penuhi bagi yang ingin melaksanakannya. Ini yang disebut dengan Syarat Syah. Yang artinya, bilamana tidak dipenuhi syarat-syarat ini maka dipastikan puasanya tidak Syah.

Berikut Syarat Syah Puasa wajib maupun Puasa Sunnah

1.    Islam
Maka tidak dapat syah puasa yang dilakukan oleh orang Kafir maupun Orang Murtad.

2.    Berakal
Maka tidak syah puasa yang dilakukan oleh orang gila

3.    Tamyiz
Maka tidak syah puasa yang dilakukan oleh anak yang belum tamyiz.

4.    Bersih dari Haid, nifas ataupun wiladah
(bagi wanita)

5.    Puasa tidak dilakukan pada waktu-waktu yang diharamkan


D.    Rukun puasa

Sama dengan syarat syah, rukun pun harus dipenuhi bagi yang hendak berpuasa. Jika tidak, maka puasanya tidak akan syah.
Perbedaan antara syarat syah dengan rukun adalah dalam waktu penunaiannya. Syarat syah harus di tunaikan sebelum puasa itu di laksanakan. Sementara rukun, ketika puasa sedang di laksanakan.

Rukun puasa, baik puasa sunah ataupun puasa wajib ada dua perkara :

1.    Niat
2.    Meninggalkan segala yang dapat membatalkan

-bersambung
MENUTURKAN NIAT
MIZANUL KUBRA (SYEIKH SYA’RANI)
Juz 1 Hal 125 (Bab Wudlu)

Sebagian ikhtilaf tentang menuturkan Niat Shalat

-    Perkataan para Imam Mujtahid bahwa menuturkan Niat adalah termasuk kesempurnaan Ibadah.
-    Imam Hanafi, Syafi’i dan Ahmad mensunahkan mengucapkan Niat.
-    Menurut ketiga Imam ini, ibadah yang tidak disertakan dengan menuturkan Niat menjadi kurang sempurna.
-    Sementara Imam Malik, memakruhkan menuturkan Niat .
-   Mereka para pembesar ulama dan para wali-wali Allah ketika hendak memulai shalat, ketika mulai berdiri untuk shalat mereka sudah tidak ingat yang lain. Yang ada dalam hatinya penuh dengan kebesaran Allah. Sehingga jika mereka iringkan dengan ucapan niat justru akan mengurangi rasa membesarkan dan mengagungkan Allah. Karena inilah Imam malik memakruhkan menuturkan niat.

 *Kenapa Niat harus di ucapkan menurut ke tiga Imam?

Jawab

Karena untuk menjaga keadaan kebanyakan manusia yang belum mampu untuk merasai kebesaran dan kehebatan Allah di awal shalatnya.
Keagungan dan kebesaran Allah terhalang dari kebanyakan manusia. Sehingga dengan mengucapkan Niat penghalang tersebut dapat dihilangkan.

*Kenapa Imam Malik memakruhkan?

Jawab

Karena untuk menjaga keadaan para pembesar Ulama yang telah mampu untuk merasai kebesaran Allah di awal shalatnya. Sehingga karena hal itu, mereka tidak mampu untuk menuturkan Niat. Bahkan akan mengganggu rasa mereka.

Berkata Syeikh Ali Al-khawash, (guru dari syeikh Sya’rani)
“Sesungguhnya aku masih mampu menuturkan niat thaharah, tetapi aku tidak mampu untuk menuturkan niat shalat.”
Berkata Syeikh Sya’rani. “Syeikh Ali Al-Khawash membedakan antara wasail (perantara) dengan Maqasid (tujuan). Karena bersuci adalah wasail untuk shalat yang belum mendekat kepada munajat. Sementara shalat adalah maqasid. Sehingga ketika bersuci beliau masih mampu untuk mengucapkan niat. Sementara ketika telah mencapai maqasid (shalat) beliau sudah tidak mampu untuk menuturkan niat shalat. Pahamilah perkara yang berharga ini! “

Perkara ini sama dengan jahar dan sirr dalam shalat. Ketika 2 rakaat awal pada shalat Maghrib dan Isya seorang hamba menjaharkan bacaannya. Tetapi ketika rakaat2 selanjutnya sudah tidak terdengar lagi bacaannya. Dikarenakan semakin panjang seorang hamba berhadapan dengan Allah maka semakin hebatlah perasaan pengagungan kepada Allah. Sehingga membuatnya tak mampu untuk mengangkat suaranya.
Berbeda dengan menghadap raja dunia. Semakin kita akrab maka semakin berani kita berkata-kata kepadanya.

Wallahu a’lam
Pengajian di Masjid Tangkuban Perahu
Muallim : KH Maulana Kamal yusuf.

Peringatan dari perangkum
 Mengucapkan niat dan NIAT itu sendiri adalah hal yang berbeda.Tolong di ingat!