Bacalah!

Rabu, 29 Agustus 2012

PEMBAHASAN

مَعْرِفَةُ اللهِ
MA’RIFATULLAH



A.    Tinjauan Bahasa


Ma’rifatullah, terdiri dari dua suku kata, lafadz MA’RIFAH dan lafadz ALLAH. 


Lafadz  MA’RIFAH

Ma’rifah adalah bentuk Isim Mashdar dari Fi’il Madli ‘ARAFA

عَرَفَ     يَعْرِفُ     مَعْرِفَة
Dimana Isim mashdar dari lafadz عَرَفَ dapat juga berbentuk عِرْفَة atau عِرْفَان  yang secara bahasa berarti “Pengetahuan / Pengenalan.”

Dan pengertian Ma’rifah secara Istilah adalah

الجَزْمُ المُوَافِقُ لِلْحَقِّ عَنْ دَلِيْلٍ

Kemantapan yang bersesuaian dengan kebenaran berdasarkan dalil-dalil.

Kenapa harus bersesuaian dengan kebenaran?
Karena jika tidak bersesuaian dengan kebenaran maka itu tidak dinamakan Ma’rifah akan tetapi ia disebut dengan Jahl (Bodoh)

Kenapa harus berdasarkan dalil-dalil?
Karena jika tidak berdasarkan kepada dalil-dalil, maka itulah yang dinamakan Taqlid.


Lafadz ALLAH

Lafadz Allah ( الله ) terambil dari lafadz Ilah ( اله )
Lafadz Ilah ( اله ) adalah sebutan untuk segala sesuatu yang disembah.
Dari lafadz Ilah ( اله ) ditambahkanlah alif-lam untuk mema’rifatkan dan dibuang harfu hamzahnya hingga menjadi الله

Dan  الله  adalah Nama zat yang wajib ada Nya yang layak untuk disembah dengan sebenar-benarnya yang mempunyai seluruh sifat kesempurnaan. Maha suci dari segala sifat kekurangan.
Nama الله menurut sebagian Ulama, adalah Nama yang teragung dari nama-nama Allah yang lain. Tidak ada yang berhak menyandang nama ini kecuali zatNya.

Maka jika kita idlafahkan kedua lafadz ini akan menjadi  مَعْرِفَةُ اللهِ  yang berarti
PENGENALAN TERHADAP ALLAH.

Seringkali juga kalimat Ma’rifatullah dipergunakan untuk menunjukkan suatu pencapaian derajat yang tertinggi. Dimana penyandang gelar tersebut harus melewati dua tingkatan sebelumnya, yaitu Syari’at dan Thariqat


B..    Kenapa kita harus mengenal Tuhan yang kita sembah?


Jika kita telah dikatakan menyembah sesuatu, pastinya kita telah mencintai sesuatu itu. Jika tidak, mana mungkin kita mau menyembahnya.  Lalu apakah mungkin kita dapat mencinta apabila kita tidak mengenal?  Tentunya pengenalan lah yang menjadi sumber kita dapat mencinta bahkan kemudian menyembah.
Pengenalan terhadap Allah bagi seorang muslim merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Bahkan ia (pengenalan terhadap Allah) menjadi kewajiban pertama yang harus di laksanakan setiap muslim dan muslimah yang telah baligh.  Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Ruslan dalam Nadzam Zubadnya :

اَوَّلُ وَاجِبٍ عَلىَ الْاِنْسَانِ        *     مَعْرِفَةُ اْلإِلهِ بِاسْتِيْقَانِ

Kewajiban Syar’i pertama atas manusia adalah mengenal Tuhannya dengan dalil-dalil

Maksud kalimah بِاسْتِيْقَانِ adalah باِلْبُرْهَانِ yaitu dengan hujjah atau dalil-dalil. Tentunya Hujjah atau dalil-dalil baik berupa dalil Naqli (Quran) maupun dalil Aqli (Akal) mutlak diperlukan dalam rangka menuju pengenalan kepada Allah. Juga menjawab tudingan-tudingan sinis yang mendiskreditkan ajaran Islam.

Namun tentunya Pengenalan terhadap Allah (Ma’rifatullah) bukan berarti kita harus mempelajari tentang zat Allah. Atau kita harus melihat zat Allah. Kita tidak perlu bersusah payah memikirkan zat Allah, karena sehebat apapun pemikiran kita sungguh tidak akan pernah sampai kepada hasil penggambaran zat Allah. Kita tidak perlu repot-repot menciptakan perangkat canggih untuk dapat melihat Allah agar dapat mengenalNya. Karena secanggih apapun alat yang dibuat oleh makhluk sungguh tidak akan pernah dapat melihat Khaliknya. Sebagaimana yang di firmankan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam surah al-an’am ayat 103

لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيْرُ

"Tidaklah Allah itu bisa dicapai penglihatan, bahkan Allahlah yg mencapai seluruh penglihatan, dan Dia Maha Lembut dan Maha Mengetahui."


Dan sabda Rasulillah صلّى الله عليه وسلّم

تَفَكَّرُوْا فِي خَلْقِ اللهِ وَلاَ تَفَكَّرُوْا فِي اللهِ

“Berfikirlah kalian tentang ciptaan Allah dan jangan berfikir tentang zat Allah.”


Berkata Ulama

أَنَّ كُلَّ مُتَصَوَّرٍ فِى اْلأَفْهَامِ فاللهُ بِخِلاَفِهِ

“Bahwasanya setiap yang tergambar dalam pemikiran tentang Allah, maka Allah tidak seperti demikian.”

(Riwayat Al Imam Al-‘Allamah Abu Ishaq)


Para ulama terdahulu yang merupakan para ahli Tauhid telah memberi batasan-batasan bagaimana cara kita mengenal Allah, Tuhan kita. Diantaranya dengan memikirkan tentang kehebatan ciptaanNya dan juga dengan mengenal sifat-sifatNya.


C.    Mengenal Allah melalui sifat-sifatNya
Sifat-sifat keTuhanan ini terbagi menjadi tiga bagian ;

a. Sifat wajib
b. Sifat Mustahil
c. Sifat Jaiz

Jika terpenuhi ketiga golongan sifat ini, maka layaklah ia kita sebut sebagai Tuhan yang sebenar-benarnya dan layak untuk di sembah. Jika tidak, maka ia tidak layak disebut Tuhan, dan tidak layak untuk di sembah.

Dan pada akhirnya Tuhan-Tuhan yang disembah oleh sebagian Manusia dengan sendirinya akan tereliminir dari pangkatnya sebagai Tuhan, karena tidak tersifati dengan sifat-sifat keTuhanan ini.

Hanya Allah lah Tuhan yang layak untuk di sembah dengan sebenar-benarnya. Bukan Matahari, Sapi dan juga bukan Nabi Isa Alaihi as-Salam.


a.    Sifat Wajib bagi Allah beserta lawannya (sifat Mustahil)
   
Sifat Wajib bagi Allah adalah sifat yang harus ada pada zat Allah. Sifat ini berjumlah dua puluh sifat.
Sifat Mustahil bagi Allah adalah sifat yang tidak boleh ada pada zat Allah. Sifat ini juga berjumlah dua puluh sifat.


1.    Wujud (وُجُوْد)        lawannya    ‘Adam (عَدَم)

Artinya Ada.                 Artinya Tidak ada

Dalil aqli (Dalil akal)

Adanya ciptaanNya. Karena tidak mungkin ciptaan ada tanpa ada yang menciptakan.

Dalil Naqli (Dalil AlQuran)


اللهُ الَّّذِى خَلَقَ السَّموَاتِ وَالْاَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا    ( السجدة )

“Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan makhluk yang ada diantara keduanya” (as Sajdah : 4)

2.    Qidam (قِدَم)   

Artinya Terdahulu. Tidak ada awal dari keberadaanNya.

lawannya    Huduts (حُدُوْث)

Artinya Baharu. Ada awal dari keberadaanNya.

Dalil Aqli

Jikalau Allah ta’ala tidak qidam, Ia pasti hadits (baharu) dan segala yang baharu butuh kepada yang mengadakan. Mustahil Allah ada yang mengadakan. Karena jika Allah ada yang mengadakan maka yang mengadakan akan disebut Allah lagi (Allah kedua) dan Allah kedua akan butuh kepada Allah ketiga begitulah seterusnya. Kalau begini keadaannya maka Allah seperti makhluk saja. Keadaan seperti ini tentu saja mustahil bagi Allah.

Dalil Naqli

هُوَ الأَوَّلُ وَالآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ( الحديد:3 )

“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (AlHadid : 3)

3.    Baqa

Artinya Kekal. Ada selama-lamanya. Tidak ada akhir pada keberadaanNya.

lawannya    Fana (فَنَاء)

Artinya Binasa.

Dalil Aqli

Jikalau keberadaan Allah tidak kekal pasti Ia fana (binasa). Fana adalah sifat dari makhluk. Mustahil Allah ta’ala seperti makhlukNya.

Dalil Naqli

وَ يَبقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُوْ الْجَلاَلِ وَالْاِكْرَامِ     (الرحمن )

“Kekallah zat Tuhanmu yang mempunyai keagungan dan kemulian (Ar-Rahman 27 )


4.    Mukhalafatu lil hawaditsi    (مُخَالَفَةُ لِلْحَوَادِثِ)

Artinya Berbeda dengan semua yang baharu (Makhluk). Baik pada zat, sifat maupun perbuatanNya.

lawannya    Mumatsalatu lil hawaditsi     (مُمَاثَلَةُ لِلْحَوَادِثِ)

Artinya Bersamaan dengan semua yang baharu (makhluk)

Dalil Aqli

Jika Allah tidak berbeda dengan makhlukNya maka Allah pasti sama dengan makhlukNya. Kesamaan Allah dengan makhluk adalah mustahil.


Dalil Naqli

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ     (الشورى)

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah. Dan Dialah Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (As-Syura : 11)


5.    Qiyamuhu bi nafsihi (قِيَامُهُ بِنَفْسِهِ)

Artinya Berdiri dengan sendirinya. Tidak butuh kepada tempat dan tidak butuh kepada yang mengadakan. Juga tidak butuh kepada apapun.

lawannya    Ihtiyaazu ila ghairihi     (إِحْتِيَاجُ إِلىَ غَيْرِه)

Artinya Butuh kepada selainNya (makhluk)


Dalil Aqli

Jika Allah tidak bersifat dengan sifat ini, tentu Allah butuh kepada sesuatu. Tuhan butuh kepada sesuatu adalah mustahil.

Dalil Naqli

إِنَّ اللهَ لَغَنِيٌّ عَنِ اْلعَالَمِيْنَ    (العنكبوت)

“Sesungguhnya Allah tidak butuh kepada selainNya.”


6.    Wahdaniyah (وَحْدَانِيَّة)   Artinya Esa pada zat, sifat dan perbuatanNya. Tidak berbilang pada ketiganya.

 lawannya Ta’addud (تَعَدُّد) Artinya berbilang


Esa pada zat

Pengertiaannya adalah bahwa zat Allah tidak tersusun dari anggota-anggota seperti kepala, muka, tangan, kaki dan sebagainya. Zat Allah adalah Esa (Tunggal) tidak dapat dibagi-bagi.

Esa pada sifat

Pengertiaannya adalah bahwa tidak ada bagi Allah dua sifat atau lebih dari yang sejenis. Seperti dua sifat qudrah atau dua sifat ilmu.
Contoh gambaran.
Ketika manusia ingin membangun sebuah gedung maka manusia butuh kepada ilmu rancang bangunan. Ketika ingin membuat mobil butuh kepada ilmu elektronika dan mesin. Ketika ingin memasak butuh kepada ilmu masak. Maka hal ini dapat dikatakan bahwa ilmu manusia berbilang tergantung kepada kebutuhannya. Tetapi tidak dengan ilmu Allah. Ilmu Allah Esa tidak berbilang. Begitu juga dengan pendengaran manusia. Ketika ada satu suara, manusia masih dapat mendengar. Tetapi ketika suara-suara sudah bercampur-aduk satu dengan lainnya, maka manusia sudah tidak dapat mendengar dengan baik lagi. Ini bukti bahwa pendengaran manusia itu tidak esa. Tetapi tidak begitu dengan sifat sama’ nya Allah. Allah mendengar dengan sifat sama’ Nya yang esa dan tidak berbilang.

Esa pada Af’al (perbuatan)

Pengertiannya adalah bahwa tidak ada makhluk yang berkuasa melakukan suatu perbuatan. Karena secara hakikat Allah lah yang menggerakkan anggota tubuh kita untuk berbuat.
Dan tidak ada sesuatu yang dapat memberi bekas. Allah lah yang mempunyai kuasa untuk memberi bekas.

Contoh gambaran
1. Kalau kita berniat akan berbicara, Allah gerakkan lidah kita sehingga dapat berbicara.
2. Jika kita meminum obat lalu sembuh, maka Allah lah yang memberi bekas kesembuhan kepada kita. Bukan obat tersebut. Ini terbukti dengan berapa banyak orang dengan penyakit yang sama dan meminum obat yang sama namun tidak kunjung sembuh.
3. Ketika api membakar, maka Allah lah yang berkuasa membakar. Bukan api yang membakar. Ini terbukti dengan kisah pembakaran Nabi Ibrahim alaihi as salam.

Dalil Aq1i

Seandainya Allah itu berbilang niscaya tidak akan terwujud sesuatu. Mungkinkah dua orang sekaligus membuat satu titik pada bidang dan waktu yang sama? Jika Allah tidak Esa maka Allah manakah yang menciptakan kita? Apakah Allah yang A atau Allah yang B. Jika Allah yang A maka Allah yang B tidak punya kuasa atas diri kita. Mungkinkah hal seperti ini? Jawabnya adalah tidak mungkin. Oleh sebab itu, maka wajiblah Allah bersifat Wahdaniyah.

Dalil Naqli

لَوْ كَانَ فِيْهِمَا آلِهَةٌ إِلاَّ اللهُ لَفَسَدَتَا    (الأنبياء)
“Sekiranya ada pada langit dan bumi Tuhan selain Allah, niscaya keduanya akan rusak” (Al-Anbiya 22)

7.    Qudrah (قُدْرَة)

Artinya Berkuasa

lawannya    ‘Ajz    (عَجْز)

Artinya Lemah

Dalil Aqli

Jika Allah tidak kuasa maka tentu Allah lemah dan jika Allah lemah tentu tidak akan ada makhluk. Tetapi pada kenyataannya ciptaan Allah selalu dapat dilihat dimanapun. Ini menandakan bahwa Allah mempunyai sifat kuasa.

Dalil Naqli

إِنَّ اللهَ عَلىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ    ( النور )
“Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (An-Nur 45)

8.    Iradah (إِرَادَة)

Artinya Berkehendak

Lawannya Karahah    (كَرَاهَة)

Artinya Terpaksa

Dalil Aqli

Jika keadaan Allah terpaksa (tidak mempunyai kehendak) niscaya Allah lemah.  Sifat lemah adalah mustahil bagi Allah.

Dalil Naqli

فَعَّالٌ لِمَا يُرِيْدُ     ( البروج)

“(Allah) berbuat sesuai yang di kehedakiNya.” (Al-Buruuj 16)

9.    Ilmu (عِلْم)

Artinya Mengetahui

Lawannya Jahl (جَهْل)

Artinya Bodoh


Dalil Aqli

Jikalau Allah bodoh niscaya Allah tidak berkehendak. Ini mustahil karena pada kenyataannya kita lihat banyak sekali ciptaan Allah yang menunjukkan atas berkehendakNya Allah.


Dalil Naqli

عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ    ( الحشر)

“(Allah) yang mengetahui perihal yang ghaib dan yang nyata.” (Al-Hasyr 22)


10.    Hayat  (حَيَاة)
Artinya Hidup

Lawannya Maut    (مَوْت)

Artinya Mati


Dalil Aqli

Jikalau Allah tidak hidup berarti Allah tidak bersifat dengan qudrah, iradah dan ilmu. Karena ketiga sifat ini tidak menempel kecuali pada yang hidup. Allah tidak tersifat dengan ke tiga sifat tersebut adalah Mustahil.

Dalil Naqli

هُوَ الْحَيُّ لاَ اِلهَ اِلاَّ هُوَ    ( المؤمن)

“Dialah Yang Hidup, tak ada Tuhan selain Dia.” ( Al-Mu’min 65)

11.    Sama’    ( سَمْع )
12.    Bashar    (بَصَر )


Sama’ artinya Mendengar    lawannya shamam (صَمَم ) artinya Tuli
Bashar artinya Melihat        lawannya ‘Ama (عَمىَ ) artinya Buta

Dalil Aqli

Jikalau Allah tidak tersifati dengan kedua sifat ini, niscaya Ia akan tersifati dengan kebalikannya yaitu Tuli dan Buta. Kedua sifat ini menunjukkan kekurangan. Kekurangan bagi Allah adalah Mustahil.

Dalil Naqli

وَ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ    ( الشورى )

“Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”  (As-Syura 11)


13.    Kalam (كَلاَم )

Artinya Berkata-kata

Lawannya Bakam (بَكَم)

Artinya Bisu


Dalil Aqli

Jikalau tidak tersifat dengan kalam, niscaya Allah Bisu. Bisu yang merupakan sifat kekurangan adalah mustahil bagi Allah.

Dalil Naqli

وَ كَلَّمَ الله ُمُوْسَى تَكْلِيْمًا    (النساء)

“Dan Allah telah berkata-kata kepada Musa dengan perkataan yang sebenarnya (langsung)”.    
 (An-Nisa 164)


14.    Kaunuhu qaadiran (كَوْنُهُ قَادِرًا)

Artinya keadaan Allah yang Maha Berkuasa

Lawannya kaunuhu ‘Aajizan    (كَوْنُهُ عَاجِزًا)

Artinya keadaan Allah yang Lemah

Bukankah Allah telah punya sifat qudrah (kuasa). Kenapa harus disifati lagi dengan Kaunuhu Qaadiran (Keadaan Allah Maha Berkuasa)?
Jawab
Karena terkadang ada yang mempunyai kekuasaan tetapi tidak dapat menjalankan kekuasaannya. Maka Allah, selain berkuasa. Allah juga mampu (Maha) menjalankan kekuasaanNya dengan sempurna. Inilah kenapa sifat Kaunuhu Qaadiran perlu di tetapkan sebagai sifat Allah.

Dalil-dalilnya adalah dalil-dalil sifat Qudrah


15.    Kaunuhu Muriidan (كَوْنُهُ مُرِيْدًا)

Artinya keadaan Allah yang Maha Menghendaki.

Lawannya kaunuhu Kaarihan    (كَوْنُهُ كَارِهًا)

Artinya keadaan Allah yang terpaksa

Selain Allah mempunyai sifat Iradah (Berkehendak) Allah juga mempunyai sifat kaunuhu Muriidan (keadaan Allah yang Maha Menghendaki) ini menunjukkan bahwa Allah betul-betul yang berkehendak sendiri untuk menciptakan atau meniadakan makhlukNya tanpa ada yang memaksa.

 Dalil-dalilnya adalah dalil-dalil sifat Iradah

16.    Kaunuhu ‘Aaliman (كَوْنُهُ عَالِمًا )

Artinya Keadaan Allah yang Maha Mengetahui

Lawannya kaunuhu Jaahilan    (كَوْنُهُ جَاهِلاً)

Artinya keadaan Allah yang Bodoh

Dalil-dalilnya adalah dalil-dalil sifat Iradah

17.    Kaunuhu Hayyan (كَوْنُهُ حَيًّا )

Artinya Keadaan Allah yang Maha Hidup

Lawannya kaunuhu Mayyitan    (كَوْنُهُ مَيِّّتًا)

Artinya keadaan Allah yang Mati

Dalil-dalilnya adalah dalil-dalil sifat Hayat


18.    Kaunuhu Samii’an (كَوْنُهُ سَمِيْعًا)

Artinya Keadaan Allah yang Maha Mendengar

Lawannya kaunuhu Ashm كَوْنُهُ أَصَمَّ))

Artinya keadaan Allah yang Tuli

Dalil-dalilnya adalah dalil-dalil sifat Sama’

19.    Kaunuhu Bashiran (كَوْنُهُ بَصِيْرًا)

Artinya Keadaan Allah yang Maha Melihat

Lawannya kaunuhu A’ma (كَوْنُهُ اَعْمَى)

Artinya keadaan Allah yang Buta


Dalil-dalilnya adalah dalil-dalil sifat Bashar

20.    Kaunuhu Mutakalliman (كَوْنُهُ مُتَكَلِّمًا)

Artinya Keadaan Allah yang Maha berkata-kata

Lawannya kaunuhu Abkam    (كَوْنُهُ أَبْكَمَ)

Artinya keadaan Allah yang Bisu


Dalil-dalilnya adalah dalil-dalil sifat kalam


b.    Sifat jaiz

Artinya mungkin bagi Allah menciptakan atau tidak menciptakan makhluk.

Dalil ‘Aqli

Seandainya Allah wajib atau mustahil menciptakan makhluk (Mumkinat), maka setiap apapun yang jaiz (mungkin) pasti akan jadi wajib atau jadi mustahil. Dan itu mustahil bagi Allah.

Dalil Naqli :

إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَيَأْتِ بِخَلْقٍ جَدِيدٍ      )إبراهيم(
“Jika Allah menghendaki, niscaya Allah biinasakan kalian dan mengganti dengan makhluk yang baru.” 
( Surat Ibrahim  19)



Kesimpulan
Dengan demikian seluruh sifat-sifat keTuhanan yang wajib diketahui berjumlah 41 Sifat.
20 Sifat Wajib
20 Sifat Mustahil
1 Sifat Jaiz





Muhammad Irfan
Jakarta
seminggu sebelum Ramadlan 1433 H


DAFTAR PUSTAKA

-Tijan ad daraariy       
-Khulashatul Kalam
-Fathul Mu’in